Pasar obligasi berdenominasi kurs lokal di kawasan Asia berkembang dramatis dalam beberapa tahun terakhir ini dengan total nominal 4,4 trilliun dollar AS pada akhir 2009. Namun, itu hanya setara tujuh persen dari posisi nominal obligasi global. Di dalamnya, obligasi perusahaan hanya mencakup 30 persennya saja.
Demikian siaran pers yang disampaikan ADB (Bank Pembangunan Asia) dari markas besarnya di Manila, Filipina, Rabu (14/4/2010) yang diterima Kompas di Jakarta, Rabu siang ini.
Sejak krisis moneter pada 1997-1998, pemerintah di Asia berupaya mengembangkan pasar obligasi mereka, antara lain dengan menerbitkan Inisiatif Pasar Obligasi Asia pada tahun 2002 . Selain itu, beberapa bank sentral di Asia, terutama yang tergabung dalam ASEAN+3 (sepuluh Negara anggota ASEAN plus China, Jepang, dan Korea Selatan) membentuk Asian Bond Fund (dana cadangan yang digunakan sebagai penjaminan obligasi) pada tahun 2003.
Salah satu produk utama kebijakan pengembangan pasar obligasi tersebut adalah Credit Guarantee and Invesment Facility (CGIF) . CGIF akan menyediakan modal sekitar 700 juta dollar sebagai back stop (penjaminan jika ada obligasi perusahaan swasta yang gagal bayar).
Ayun Sundari, Pejabat Hubungan Eksternal di Kantor Perwakilan ADB Indonesia menyebutkan, studi yang dilakukan ADB menunjukkan permintaan atas obligasi yang diperkaya oleh penjaminan seperti CGIF semakin meningkat secara signifikan. ADB memperkirakan permintaan atas obligasi di kawasan Asia akan mencapai 25 miliar dollar AS pada tahun 2020.
D engan adanya CGIF, perusahaan yang hanya memiliki peringkat utang antara BBB hingga A akan memperoleh manfaat maksimal. Sebab dengan menggunakan CGIF, perusahaan itu dapat menerbitkan obligasi dengan peringkat utang maksimal, yakni AAA (baca: triple A).
CGIF akan dikelola oleh delapan anggota dewan yang diambil dari 13 negara pemberi kontribusinya, termasuk Indonesia. Pemberian fasilitas CGIF akan dilakukan secara proporsional terhadap nilai modal yang disumbangkan oleh setiap pemerintahannya.
Saat ini sudah dipastikan, pemerintah China akan memberikan kontribusi sebesar 200 juta dollar AS, begitu juga Jepang 200 dollar AS, Korea Selatan 100 juta dollar AS, dan sepuluh Negara ASEAN dikombinasikan sebesar 70 juta dollar AS. Sehingga totalnya, mencapai 700 dollar AS. Negara-negara ASEAN adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singap ura, Thailand, dan Vietnam. (Sumber : kompas.com)
Demikian siaran pers yang disampaikan ADB (Bank Pembangunan Asia) dari markas besarnya di Manila, Filipina, Rabu (14/4/2010) yang diterima Kompas di Jakarta, Rabu siang ini.
Sejak krisis moneter pada 1997-1998, pemerintah di Asia berupaya mengembangkan pasar obligasi mereka, antara lain dengan menerbitkan Inisiatif Pasar Obligasi Asia pada tahun 2002 . Selain itu, beberapa bank sentral di Asia, terutama yang tergabung dalam ASEAN+3 (sepuluh Negara anggota ASEAN plus China, Jepang, dan Korea Selatan) membentuk Asian Bond Fund (dana cadangan yang digunakan sebagai penjaminan obligasi) pada tahun 2003.
Salah satu produk utama kebijakan pengembangan pasar obligasi tersebut adalah Credit Guarantee and Invesment Facility (CGIF) . CGIF akan menyediakan modal sekitar 700 juta dollar sebagai back stop (penjaminan jika ada obligasi perusahaan swasta yang gagal bayar).
Ayun Sundari, Pejabat Hubungan Eksternal di Kantor Perwakilan ADB Indonesia menyebutkan, studi yang dilakukan ADB menunjukkan permintaan atas obligasi yang diperkaya oleh penjaminan seperti CGIF semakin meningkat secara signifikan. ADB memperkirakan permintaan atas obligasi di kawasan Asia akan mencapai 25 miliar dollar AS pada tahun 2020.
D engan adanya CGIF, perusahaan yang hanya memiliki peringkat utang antara BBB hingga A akan memperoleh manfaat maksimal. Sebab dengan menggunakan CGIF, perusahaan itu dapat menerbitkan obligasi dengan peringkat utang maksimal, yakni AAA (baca: triple A).
CGIF akan dikelola oleh delapan anggota dewan yang diambil dari 13 negara pemberi kontribusinya, termasuk Indonesia. Pemberian fasilitas CGIF akan dilakukan secara proporsional terhadap nilai modal yang disumbangkan oleh setiap pemerintahannya.
Saat ini sudah dipastikan, pemerintah China akan memberikan kontribusi sebesar 200 juta dollar AS, begitu juga Jepang 200 dollar AS, Korea Selatan 100 juta dollar AS, dan sepuluh Negara ASEAN dikombinasikan sebesar 70 juta dollar AS. Sehingga totalnya, mencapai 700 dollar AS. Negara-negara ASEAN adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singap ura, Thailand, dan Vietnam. (Sumber : kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar